Minggu, 07 April 2013

Tauhid


A.Pengertian Tauhid
Tauhid diambil kata : Wahhada-Yuwahhidu-Tauhidan yang artinya mengesakan. Satu suku kata dengan kata wahid yang berarti satu atau kata ahad yang berarti esa. Dalam ajaran Islam Tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan Allah. Kalimat Tauhid ialah kalimat La Illaha Illallah yang berarti tidak ada Tuhan melainkan Allah. ( al-Baqarah 163 Muhammad 19 ).
Tauhid merupakan inti dan dasar dari seluruh tata nilai dan norma Islam, sehingga oleh karenanya Islam dikenal sebagai agama tauhid yaitu agama yang mengesakan Tuhan. Bahkan gerakan-gerakan pemurnian Islam terkenal dengan nama gerakan muwahhidin ( yang memperjuangkan tauhid ).
Secara istilah syar’i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal Mencipta, Menguasai, Mengatur dan mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma’ul Husna (Nama-nama yang Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat. Dalam perkembangan sejarah kaum muslimin, tauhid itu telah berkembang menjadi nama salah satu cabang ilmu Islam, yaitu ilmu Tauhid yakni ilmu yang mempelajari dan membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan keimanan terutama yang menyangkut masalah ke-Maha Esa-an Allah.[1]
Tauhid, ialah permunian ibadah kepada Allah; yaitu menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekuen, dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap, dan tajut kepadanya. Untuk inilah sebenarnya manusia itu diciptakan Allah. Dan sesungguhnya, misi para rasul adalah untuk menegakkan tauhid dalam pengertian tersebut, mulai dari rasul yang pertama nabi Adam sampai nabi yang terakhir yakni nabi Muhammad.SAW.[2]
Tauhid merupakan  konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah. Tauhid berdasarkan Al-Qur’an ada 3 macam yakni :
Ø  Tauhid Rububiyah
Yaitu pengakuan bahwa sesungguhnya Allah adalah Tuhan dan Maha Pencipta. Orang-orang kafir pun mengakui macam tauhid ini. Tetapi pengakuan tersebut tidak menjadikan mereka tergolong sebagai orang Islam. Allah berfirman,  "Dan sungguh, jika Kamu bertanya hepada mereka, 'Siapakah yang menciptakan mereka', niscaya mereka menjawab,'Allah'." (Az-Zukhruf: 87)
Berbeda dengan orang-orang komunis, mereka mengingkari keberadaan tuhan. Dengan demikian, mereka lebih kufur dari pada orang-orang kafir Jahiliyah.
Ø  Tauhid Uluhiyah
Yaitu mengesakan Allah dengan melakukan berbagai macam ibadah yang disyari'atkan. Seperti berdo’a, memohon pertolongan kepada allah, thawf, menyembelih binatang kurban, dan berbagai nibadah lainnya.
Macam tauhid inilah yang diingkari oleh orang-orang kafir. Dan ia pula yang menjadi sebab perseteruan dan pertentangan antara umat-umat terdahulu dengan para rasul mereka, sejak nabi Nuh.AS hingga diutus nabi Muhammad.SAW.
Dalam banyak suratnya, Al-Qur'anul Karim sering memberikan anjuran soal tauhid uluhiyah ini. Di antaranya, agar setiap muslim berdo'a dan meminta hajat khusus kepada allah semata. Dlam surat Al-Fatihah misalnya, Allah berfirman, Hanya kepada engkaulah kami menyembah dan hanya kepada engkaulah kami memohon pertolongan.” (Al-fatihah: 5)
Maksudnya, khusus kepadaMu (ya Allah) kami beribadah, hanya kepadaMu semata kami berdo'a dan kami sama sekali tidak memohon pertolongan kepada selainMu.
Tauhid uluhiyah ini mencakup masalah berdo'a semata-mata hanya kepada Allah, mengambil hukum dari Al-Qur'an, dan tunduk berhukum kepada syari'at Allah. Semua itu  teraangkum dalam firman Allah, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain aku selain aku maka sembahlah aku.” (Thaha: 14).
Ø  Tauhid Asma’ Wa Shifat
Yaitu beriman terhadap segala apa yang terkandung dalam Al-Qur'anul Karim dan hadits shahih tentang sifat-sifat Allah yang berasal dari penyifatan Allah atas Dzat-Nya atau penyifatan rosululah SAW. Beriman kepada sifat-sifat Allah tersebut harus secara benar, tanpa ta'wil (penafsiran), tahrif (penyimpangan), takyif (visualisasi, penggambaran), ta'thil (pembatalan, penafian), tamtsil (penyerupaan), tafwidh (penyerahan, seperti yang.banyak dipahami oleh manusia)
Misalnya tentang sifat al-istiwa’ (bersemayam di atas), an-nuzul (turun), al-yad (tangan), al-maji' (kedatangan) dan sifat-sifat lainnya, kita menerangkan semua sifat-sifat itu sesuai dengan keterangan ulama salaf. Al-istiwa' misalnya, menurut keterangan para tabi'in sebagaimana yang ada dalam Shahih Bukhari berarti al-'uluw wal irtifa' (tinggi dan berada di atas) sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah SWT. Allah berfirman, "Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Asy-Syuura: 11)[3]
B.Fungsi atau manfaat ilmu mauhid
Setelah sebelumnya dibahas tentang pengertian dari ilmu tauhid, maka pada bagian ini akan dibahas tentang fungsi dan manfaat dari ilmu tauhid ini dalam kehidupan manusia. Perlu diketahui, bahwa pada hakikatnya tauhid ini bukan hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, karena apabila tauhid telah dimiliki, dimengerti, dan dihayati dengan baik dan benar, maka kesadaran seseorang akan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya.3 inilah salah satu manfaat dari ilmu tauhid.
Selain itu, tauhid juga berfungsi sebagai pembimbimbing umat manusia untuk menemukan kembali jalan yang lurus seperti yang telah dilakukan para Nabi dan Rasul, karena jika diibaratkan sebuah pohon, tauhid adalah pokok akar untuk menemukan kembali jalan Allah, yang dapat membawa umat manusia kepada puncak segala kebaikan.4 Begitu juga dengan kayakinan (tauhid) akan eksistensi tuhan yang maha esa (Allah) akan melahirkan keyakinan bahwa semua yang ada di ala mini adalah ciptaan tuhan; semuanya akan kembali kepada tuhan, dan segala sesuatu berada dalam urusan yang maha esa itu. Dengan demikian segala perbuatan, sikap, tingkah laku, dan perkataan seseorang selalu berpokok pada modus ini. Sebagai mana firman Allah dalam al-Quran yang artinya :
1.      Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembah-Ku”(al-Dzariyat:56)
2.      Hanya engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada engkaulah kami mohon pertolongan”(al-Fatihah:5)
3.      Katakanlah, “Dialah Allah yang maha Esa. Allah adalah tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu..”(al-Ikhlas:1-2)
Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa ketauhidan tidak hanya menyangkut hal-hal batin, tetapi juga meliputi sikap tingkah laku, perkataan, dan perbuatan seseorang. Oleh karena itu, orang-orang yang telah mampu memahami dan menghayati tauhid dengan dan dan benar akan membawa kepada kebahagiaan baik itu segi lahir ataupun batin.
Sehingga jelas bagi seseorang, bahwa tauhid tidak cukup untuk dimiliki dan dihayati, karena jika hanya demikian hanya akan menghasilkan keahlian dalam seluk beluk ketuhanan, namun tidak berpengaruh apa-apa terhadap seseorang tersebut, sehingga dirinya akan berada diluar ketauhidan yang sebenarnya, bahkan mungkin bisa sampai keluar dari keislamannya, karena maksud dan tujuan tauhid bukan sekedar diakui dan diketahui saja, tetapi lebih dari itu tauhid mengadung hal-hal yang beramanfaat bagi kehidupan manusia yaitu :
1.      Sebagai sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan;
2.      Membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan;
3.      Mengerluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan;
4.      Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.5
Dari empat poin yang diatas dapat dipahami bahwa tauhid selain bermanfaat bagi hal-hal batin, juga bermanfaat bagi hal-hal lahir. Sehingga dari poin tersebut sangat jelas manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Sementara dalam sumber lain, ada yang menspesifikasikan fungsi atau manfaat ilmu tauhid bagi kehidupan manusia ialah sebagai pendoman hidup yang dengannya umat manusia bisa terbimbing kepada jalan yang diridhai Allah, serta dengan tauhid manusia bisa menjalani hidup sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Allah SWT. Dengan tauhid manusia tidak hanya bebas dan merdeka, melainkan juga akan sadar bahwa kedudukannya sama dengan manusia lain manapun. Tidak ada manusia yang superior atau inferior terhadap manusia lainnya.
Suatu hal yang tidak boleh dilupakan ialah bahwa kometmen manusia-tauhid tidak saja terbatas pada hubungan verticalnya dengan tuhan, melainkan juga mencakup hubungan Horizontal dengan sesama manusia dan seluruh makhluk, dan hubungan-hubungan ini harus sesuai dengan kehendak Allah. Sehingga dengan misi ini tauhid dapat mewujudkan sesuatu bentuk kehidupan social yang adil dan etis.6
Dalam kontek pengembangan umat, tauhid berfungsi antara lain mentranformasikan setiap individu yang meyakininya menjadi manusia yang lebih kurang ideal dalam arti memiliki sifat-sifat mulia yang membebaskan dirinya dari setiap belenggu social, politik, ekonomi, dan budaya. Dengan demikian, akan muncul manusia-manusia tauhid yang memiliki cirri-ciri positif yaitu :
1.      Memiliki kometmen utuh pada tuhannya.
2.      Menolak pedoman hidup yang datang bukan dari Allah.
3.      Bersikap progresif dengan selalu melakukan penilaian terhadap terhadap kualitas kehidupannya, adat-istiadatnya, tradisi dan faham hidupnya.
4.      Tujuan hidupnya jelas. Ibadatnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya hanyalah untuk Allah semata-mata.
5.      Meimiliki visi jelas tentang kehidupan yang harus dibangunnya bersama-sama manusia lain; suatu kehidupan yang harmunis antara manusia dengan Tuhannya, dengan lingkungan hidupnya, dengan sesama manusia dan dengan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, Nampak jelas bahwa tauhid memberikan dampak positif bagi kehidupan manusia. Bila setiap individu memiliki kometmen tauhid yang kukuh dan utuh, maka akan menjadi suatu kekuatan yang besar untuk mambangaun dunia yang lebih adil, etis dan dinamis.[4]
C.Aplikasi dan Implikasi tauhid dalam kehidupan
Hal yang menjadi dasar dari keberagamaan kita adalah membangun sikap tauhid, karena itu  dasar utama agama Islam maka salah satunya kita harus mantap dalam bidang  Aqidah Islam. Aqidah adalah pondasi agama Islam yang paling fundamental. Setiap muslim mesti memiliki aqidah yang benar, sebagai persyaratan seseorang untuk menjalankan amal dalam Islam. Al-Qur’an dalam konteks memerintahkan kita untuk mengakui bahwa Allah itu esa, tidak ada tuhan selain Allah. Juga, bahwa Allah tidak beranak dan diperanakkan, dan tidak ada yang mampu menciptkan sesuatu selain Allah (Q.S. Al-Ikhlas 1-4). Hal inilah yang mendasari bahwa keislaman seseorang dimulai dari keyakinan terhadap Allah SWT.
Dengan demikian, elemen paling substansial dalam aqidah Islam adalah tauhid, atau mengesakan Allah. Semua unsur akidah harus bermuara dari konsep ini. Keyakinan kepada Allah-lah yang mendasari keislaman kita. Sebagai konsekuensinya, ketauhidan seseorang akan menjadi kunci penting dalam aktivitas keberagamaannya.
Awal dari tauhid adalah menempatkan Allah sebagai Rabb. Allah telah menciptakan alam semesta sebagai khaliq (pencipta), dan kita adalah makhluq (yang diciptakan). Sehingga, manusia harus tunduk pada penciptanya. Konsep ini merupakan konsep paling pokok dalam aqidah, sehingga jika seseorang belum mengimani hal ini ia tidak dapat dianggap sebagai seorang muslim yang lurus.
Akan tetapi, konsep tauhid dalam tataran yang lebih luas tidak cukup hanya dengan membenarkan bahwa Allah itu Maha Esa. Tauhid sejatinya memerlukan manifestasi dalam realitas empiris. Dalam pandangan KH. Ahmad Dahlan, setidaknya ada empat hal yang harus dijauhi oleh umat Islam dalam implementasi tauhid, yaitu Syirik (Menyekutukan Allah), Takhayul (kepercayaan magis tradisional), Bid’ah (mengada-ada dalam permasalahan agama), dan Khurafat (kepercayaan magis-tradisional).
Salah satu perilaku yang dapat menjerumuskan diri kepada kesyirikan ialah perilaku meminta bantuan kepada dukun. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah mengatakan bahwa jika seorang muslim pergi ke dukun, salatnya tak akan diterima selama 40 hari. Perbuatan ini mengisyaratkan kita meminta pertolongan kepada selain Allah, dan berarti menyalahi komitmen kita dalam syahadat. Ironisnya, siaran televisi justru menyiarkan kesyirikan-kesyirikan ini secara luas dengan media SMS.
Perbuatan lain yang juga dapat menjerumuskan kepada kesyirikan adalah percaya kepada ramalan nasib, kesialan, atau hal-hal yang sejenis. Hal ini dilarang dalam agama, karena aqidah Islam dengan tegas menyatakan bahwa hanya kepada Allah-lah kita berserah diri dan memohon pertolongan. Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa tidak ada thiyarah (percaya kepada ramalan-ramalan) dan hammah (suara burung yang mengabarkan suatu nasib tertentu). Bahkan, mengundi nasib dengan anak panah secara tegas dihukumi haram oleh Al-Qur’an. Dalam kacamata Islam, hal tersebut telah dikategorikan sebagai perbuatan syirik.
Selain itu, perilaku meminta bantuan ke dukun juga mengakibatkan fenomena Kesurupan Massal di berbagai sekolah menengah, seperti pernah terjadi di SMKN 3 Banjarmasin, Kalimantan Selatan, juga di sekolah penulis dulu. Kesurupan massal –yang notabene terjadi karena lemahnya iman seseorang— merupakan indikasi bahwa masyarakat kita masih belum bersih dari kepercayaan tradisional yang cenderung menyekutukan Allah. Ada dua hal yang menjadi wujud aplikasi ketauhidan kita kepada Allah.
Pertama, melaksanakan ibadah sebagai manifestasi ketaatan kita kepada Rasulullah. Konsekuensi dari keimanan bahwa Allah adalah khaliq, sebagaimana dijelaskan di atas, adalah menjalankan ibadah. Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa Allah tidak menciptakan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Nya (Q.S. Adz-Dzariyat: 56). Dalam konteks ini, aktivitas manusia pada hakikatnya adalah beribadah kepada Allah, baik dalam konteks ritual maupun sosial.
Ada dua jenis ibadah: ibadah mahdhah (ritual) dan ibadah ‘ammah (sosial). Kaidah ushul fiqh menyatakan, bahwa asal hukum dari ibadah mahdhah adalah haram, kecuali jika ada dalil yang membolehkannya. Sedangkan asal hukum ibadah ammah adalah halal, kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Dengan demikian, dalam melaksanakan ibadah mahdhah, ada dua persyaratan yang harus kita penuhi, yaitu ikhlas dan sesuai dengan tatacara yang dicontohkan oleh Rasulullah. Sabda Rasulullah, “Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada urusannya dariku, maka ia tertolak” (Arba’in An-Nawawiyah, hadits ke-5). Dari hadits tersebut, tentu saja kita dilarang untuk melakukan hal-hal yang sama sekali tak pernah diajarkan atau diperintahkan oleh Allah dalam persoalan ini. Seluruh ibadah yang bersifat ritual (ibadah mahdhah) harus memiliki legitimasi nash dari dua sumber primer hukum Islam: Al-Qur’an dan Hadits. Jika tidak memiliki dalil yang kuat, kita patut berhati-hati
Banyak bentuk dari bid’ah yang bertebaran di masyarakat. Aktivitasnya tak perlu penulis sebutkan di sini, karena masalah ini telah menjadi perdebatan klasik di antara umat Islam sejak dulu. Akan tetapi, mengingat masalah ini jelas menjadi persoalan besar, perlu pendekatan khusus untuk menyikapinya. Di sinilah pentingnya dakwah bil hal kepada masyarakat yang masih belum memiliki pemahaman menyeluruh mengenai Islam.
Sedangkan untuk ibadah ‘ammah (muamalah), kaidah ushul fiqh yang berlaku justru terbalik. Pada titik inilah ijtihad bermain. Sehingga, tajdid (pembaharuan) memainkan peranan yang begitu penting dalam pelaksanaan muamalah ini. Masalah-masalah yang meragukan ke-syar’ian-nya, memerlukan penelaahan dan kajian mendalam oleh para ahli, baik ahli fiqh muamalah atau pakar pada bidangnya. Sehingga, konsep muamalah-lah menaungi aktivitas-aktivitas sosial yang kita lakukan selama ini.
Jika kita kembangkan masalah ini secara lebih jauh, aktivitas politik pun tak lepas dari persoalan ibadah ini. Aktivitas politik (siyasah), merujuk pada Al-Mawdudi, pada hakikatnya diletakkan atas dasar tauhid sebagai penopang utama. Abul A’la Al-Mawdudi mendasarkan siyasah islamiyyah atas tiga prinsip dasar: tauhid, risalah, dan khilafah (lihat Syam, 2005). Aktivitas politik kemudian kita maknai sebagai upaya membangun relasi positif antara umat (rakyat) dan imam (pemimpin) atas dasar keimanan pada Allah.
Kedua, mengimplementasikan tauhid dalam kehidupan sosial. Setelah kita meyakini tauhid dengan semua implikasinya, kita juga harus mengintegrasikan tauhid dalam kehidupan sehari-hari. Prof. Dr. Amien Rais pernah menggulirkan wacana tauhid sosial yang mengejawantahkan tauhid dalam semua dimensi kehidupan (Rais, 1997).
Menurut Amien Rais, Tauhid Sosial merupakan dimensi sosial dari konsep tauhid (pengesaan Allah secara mutlak), agar konsepsi tauhid yang telah terintegrasi di pola pikir umat Islam dapat dipraktikkan pada tataran masyarakat. Implikasi yang diharapkan dari Tauhid Sosial ini adalah munculnya manusia-tauhid (meminjam istilah Amien Rais, lihat Muzakki, 2006) yang mampu berpikir secara arif dengan landasan tauhid dan syariah.
Dalam kacamata Amien Rais, ada lima dimensi Tauhid Sosial. Pertama, keyakinan terhadap keesaan Allah (Unity of Godhead); Kedua, keyakinan atas penciptaan dari Sang Pencipta (Unity of Creation); Ketiga, keyakinan atas dasar-dasar kemanusiaan (Unity of Mankind); Keempat, keyakinan atas adanya pedoman hidup yang mengatur manusia (Unity of Guidance); Kelima, keyakinan atas tujuan hidup manusia sebagai umat muslim (Unity of The Purpose of Life).
Melalui Tauhid Sosial tersebut, umat Islam dituntut untuk mempraktikkan nilai-nilai Tauhid ke dalam realitas sosial secara benar. Seorang muslim tidak cukup hanya menjalankan tauhid dengan            meyakini bahwa Allah itu esa, tetapi juga harus peka terhadap urusan kemanusiaan, sehingga muncul keseimbangan antara ibadah dan perilaku sosial. Hal inilah yang disebut sebagai amal shalih.
Satu hal lagi yang penting adalah bahwa tauhid menuntut seorang muslim untuk menerapkan fungsi keadilan, karena kepekaan terhadap hak-hak kemanusiaan mengharuskan adanya perilaku adil kepada Allah, sesama manusia, maupun kepada lingkungan sekitar. Saya yakin, pendekatan ‘tauhid sosial’ dapat menjadi alternatif di tengah krisis multidimensional yang melanda bangsa ini.
Maka, pertanyaan yang patut dilontarkan saat ini adalah, sudahkah Tauhid kita jadikan manifesto perjuangan hidup kita? Mari menyongsong kebangkitan umat dengan Tauhid yang benar. Mari kembali kepada Al-Qur’an dan Hadits.[5]
Aplikasi secara sederhana dari kalimat tauhid laa ilaaha illallah adalah keyakinan yang mutlak yang patut kita tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa. Dalam hal mencipta dalam penyembahan tanpa ada sesuatu pun yg mencampuri dan tanpa ada sesuatu pun yg sepadan dengan-Nya kemudian menerima dengan Ikhlas akan apa-apa yg berasal dari-Nya, baik berupa perintah yg mesti dilaksanakan ataupun larangan yg mesti di tinggalkan, semua itu akan mudah ketika hati ikhlas mengakui bahwa Allah SWT itu Maha Esa.[6]





BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Tauhid diambil kata : Wahhada-Yuwahhidu-Tauhidan yang artinya mengesakan. Satu suku kata dengan kata wahid yang berarti satu atau kata ahad yang berarti esa. Dalam ajaran Islam Tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan Allah. Kalimat Tauhid ialah kalimat La Illaha Illallah yang berarti tidak ada Tuhan melainkan Allah. ( al-Baqarah 163 Muhammad 19 ).
Secara istilah syar’i, tauhid berarti mengesakan Allah dalam hal Mencipta, Menguasai, Mengatur dan mengikhlaskan (memurnikan) peribadahan hanya kepada-Nya, meninggalkan penyembahan kepada selain-Nya serta menetapkan Asma’ul Husna (Nama-nama yang Bagus) dan Shifat Al-Ulya (sifat-sifat yang Tinggi) bagi-Nya dan mensucikan-Nya dari kekurangan dan cacat.
Fungsi tauhid yaitu, Sebagai sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan, membimbing manusia ke jalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk mengerjakan ibadah dengan penuh keikhlasan, mengerluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan dan mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.
            Aplikasi dari tauhid sendiri yaitu dengan melaksanakan ibadah sebagai manifestasi ketaatan kita kepada Rasulullah. Konsekuensi dari keimanan bahwa Allah adalah khaliq dan mengimplementasikan tauhid dalam kehidupan social. Aplikasi secara sederhana dari kalimat tauhid laa ilaaha illallah adalah keyakinan yang mutlak yang patut kita tanamkan dalam jiwa bahwa Allah Maha Esa.


DAFTAR PUSTAKA

http://sutisna.com/artikel/keislaman/pengertian-tauhid/)
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090418031408AAklO80
http://poligami.jeeran.com/tauhid01.htm
http://wwwyounxy.blogspot.com/2010/05/fungsi-tauhid-dalam-kehidupan.html
http://afrizal.student.umm.ac.id/2010/11/23/tauhid-dalam-hidup/
http://blog.re.or.id/tauhid-dan-korelasinya-dalam-menghapus-dosa.htm





1. (http://sutisna.com/artikel/keislaman/pengertian-tauhid/)

2. http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20090418031408AAklO80
3. http://poligami.jeeran.com/tauhid01.htm

4.http://wwwyounxy.blogspot.com/2010/05/fungsi-tauhid-dalam-kehidupan.html


5. http://afrizal.student.umm.ac.id/2010/11/23/tauhid-dalam-hidup/
6.http://blog.re.or.id/tauhid-dan-korelasinya-dalam-menghapus-dosa.htm

0 komentar:

Posting Komentar